Catatnseorangukhty's Blog

Just another WordPress.com weblog

Bagaimana jika Akhwat membatalkkan Khitbah?? Mei 26, 2009

Filed under: Munakahat — catatanseorangukhty @ 10:33 am

Postingan Tiya kali ini sebenarnya terinspirasi oleh cerita dari salah seorang sahabat Tiya. Sahabat tiya adalah seorang akhwat berusia 20 tahun, yang kuliah di fakultas kedokteran sebuah universitas negri di Jawa Timur. Akhwat ini orangnya memang pendiam dan sangat patuh terhadap orang tua. Sampai – sampai kadang Tiya berfikir  kepatuhan akhwat ini sepertinya malah terlihat lebih kearah rasa takut kepada kedua orang tuanya. Tapi ya.. Wallohu a’lam,yang jelas beliau bercerita kepada tiya bahwa beliau akan dinikahkan. Kontan, ketika itu Tiya berteriak barokillah yaa…ukhty,namun ternyata tanggapan dari sahabat tiya itu berbeda, jika biasanya seorang akhwat yang dikhitbah itu berbunga –  bunga bahagia,namun beliau malah terisak dihadapan Tiya. Ternyata, sang akhwat kedokteran itu merasa tidak cocok dengan sang calon suami, namun dia tidak berani menyampaikan kepada keluarga beliau. Masya Allah…

Saudaraku, itulah sepenggal kisah yang mungkin tidak hanya dialami oleh sahabat Tiya. Bahkan di luar sana banyak wanita yang tidak berani menyampaikan keinginannya untuk membatalkan lamaran karena di pandang tabu dan memalukan. Lalu bagaimanakah islam memandang tentang membatalkan lamaran/khitbah??

Khitbah adalah permintaan seorang laki-laki untuk menikahi seorang perempuan dengan cara memberitahu wanita tersebut atau walinya secara langsung atau melalui keluarganya.Jika yang dilamar adalah seorang gadis, maka khitbah lebih tepat ditujukan kepada walinya, karena walinya adalah orang yang berhak menikahkannya.

Sedangkan menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaily (dalam MR. Kurnia, 2005:19) yang dimaksud dengan khitbah adalah menampakan keinginan menikah terhadap seorang perempuan tertentu dengan memberitahu perempuan yang dimaksud atau keluarganya (walinya). Selain itu Sayid Sabiq (ibid) juga menyatakan bahwa yang dikatakan seseorang sedang mengkhitbah seorang perempuan berarti ia memintanya untuk berkeluarga yaitu untuk dinikahi dengan cara-cara (wasilah) yang ma’ruf.

Khitbah bukanlah proses pernikahan itu sendiri, sehingga khitbah tidak menghalalkan apa-apa yang masih diharamkan. Dengan kata lain, khitbah tidak menjadikan kedua calon mempelai bisa berbuat sesukanya. Karena sang khatib (pelamar) tetap bukan menjadi mahrom yang dilamar.

Dalam prosesi khitbah, seorang akhwat berhak menentukan pilihan. Dalam arti berhak memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak. Ada beberapa hadits yang berkenaan dengan hal ini.

  1. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam- bersabda: artinya: “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai izin, seorang gadis tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan.” Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulallah, bagaimana tanda persetujuan seorang gadis?” Beliau menjawab: “Tanda persetujuannya adalah diamnya.” [HR. Bukhari, Muslim dan selainnya] Dalam hadits tersebut di katakan bahwa, seorang gadis ataupun janda yang dikhitbah, harus dimintai persetujuannya. Karena ketika seorang akhwat itu dinikahkan tanpa persetujuannya tentunya bisa berakibat buruk terhadap rumah tangganya kelak, terlebih jika sang akhwat merasa kurang ikhlas dengan pernikahan yang dijalaninya.
  1. Di masa Rasulullah saw, ada seorang gadis yang mengadu kepada beliau, bahwa ia telah dinikahkan dengan anak saudaranya yang ia tidak sukai. Nabi pun membolehkan gadis itu untuk menolaknya. Gadis itu kemudian berkata, “Sungguh aku tidak mampu menolak keinginan ayahku. Akan tetapi, aku ingin memberitahu kepada wanita lainnya, bahwa dalam urusan ini para bapak tidak ada hak sedikitpun juga.” [HR Ahmad, Abu Dawud, & Ibnu Majah] Hadits ini tentunya lebih lagi mempertegas akan pentingnya meminta ijin kepada akhwat, ketika akan dikhitbah. Dan dalam menentukan pilihan, sepenuhnya adalah hak dari sang anak sedangkan tugas dari prang tua hanyalah memberi pertimbangan – pertimbangan bukan untuk memaksakan kehendak terhedap sang anak.

Pada kedua hadits tersebut sudah jelas disebutkan bahwa adalah syari’at yang memeperbolehkan seorang akhwat untuk membatalkan khitbah atau lamaranya. Namun saudaraku, sungguh tentunya membatalkan sebuah khitbah atau lamaran  tidaklah begitu saja. Perlu adanya pertimbangan – pertimbangan yang matang menegani hal ini. Sebelum menulis ini Tiya sempat berdiskusi dengan beberapa murobbiyah yang insya Allah lebih paham mengenai hal ini. Tanggapan beliau kurang lebih begini.

Pembatalan khithbah merupakan hal yang wajar, bukanlah hal yang berlebihan. Menganggap hal ini secara berlebihan merupakan perbuatan yang keliru, misal ada anggapan bahwa pembatalan khithbah terjadi karena adanya penilaian bahwa salah satu calon bagi calon yang lainnya memiliki banyak kekurangan kemudian ia pun menganggap sebagai pihak yang tidak akan pernah dapat menikah dengan orang lain nantinya (setelah diputuskan cintanya) karena saat ini pun kekurangan-kekurangan tersebut dinilai telah berimplikasi pada kegagalan khithbahnya dengan seseorang. Padahal itu hanyalah sikap skeptis yang muncul pada dirinya karena lebih terdorong oleh emosional dan kelemahan iman.

Seperti halnya dalam mengawali khithbah maka ketika akan mengakhiri khithbah dengan pembatalanpun harus dilakukan dengan cara yang ma’ruf dan tidak menyalahi ketentuan syara’. Dalam membatalkan khithbah, hal yang perlu diperhatikan adalah adanya alasan-alasan syar’i yang membolehkan pembatalan tersebut terjadi. Misalnya salah satu ataupun kedua belah pihak menemukan kekurangan-kekurangan pada diri calonnya dan ia menilai kekurangan tersebut bersifat prinsip (fatal) seperti dimilikinya akhlak yang rusak (gemar bermaksiat), berpandangan hidup yang menyimpang dari mabda islam, memiliki kelainan seksual, berpenyakit menular yang membahayakan, serta alasan-alasan lain yang dinilai dapat menghambat keberlangsungan kehidupan rumah tangga nantinya apabila berbagai kekurangan tersebut ternyata sulit untuk diubah. Selain pertimbangan berbagai uzur tersebut, pembatalan khithbah juga berlaku apabila adanya qada dari Allah Swt semisal kematian yang menimpa salah satu calon ataupun keduanya sebelum dilangsungkan akad pernikahan. Selain atas dasar alasan-alasan yang syar’i, maka pembatalan khithbah tidak boleh dilakukan, karena hal itu hanya akan menyakiti satu sama lain dan merupakan ciri dari orang-orang yang munafik, karena telah menyalahi janji untuk menikahi pihak yang dikhithbahnya.

Saudaraku, dari diskusi Tiya bersama beberapa murobbiyah Tiya, dapat dismpulkan bahwa, menolak atau membatalkah khitbah itu memang diperbolehkan. Namun  bukanlah dikarenakan alasan-alasan skeptis atas emosional semata. Melainkan dengan penuh  pertimbangan terhadap udzur – udzur syar’i jika diteruskan nantinya akan mengganggu jalannya biduk rumah tangga.

Nah, setelah berbicara mengenai pandangan islam tentang membatalkan khitbah/lamaran, kita juga perlu membicarakan tentang cara mengkomunikasikan terhadap norang tua mengenai hal ini.

Saudaraku, membatalkan lamaran/khitbah sampai saat ini tentu masih dipandang tabu dan memalukan. Apalagi jika kejadiannya adalah ketika kedua belah pihak telah menyepakati adanya pernikahan tersebut (red: perjodohan). Hal yang paling penting disini adalah komunikasi. Yakni bagaimana mengkimunikasikan kepada pihak orang tua bahwa sang anak (biasanya yang perempuan) menolak adanya lamaran tersebut.

  1. Komunikasi antara anak dan orang tua harus disertai dengan kepala dingin. Ini sangat penting, mengingat hal ini bersifat sensitif, juka kedua belah pihak masih terbawa emosi, yang ada bukan penyelesaian yang di dapat, melainkan sebuah permasalahan baru,yang ditakutkan bisa menyebabkan putusnya hubungan silaturahim.
  2. Berbicaralah yang santun dan sampaikan alasan-alasan yang jelas dan mudah diterima oleh orang tua
  3. Jika sekali tidak bisa, maka lakukanlah berualang – ulang. Karena biasanya orang tua perlu berfikir masak – masak mengenai hal ini. Terlebih lagi menyangkut hubungan relasi ndengan sang calon besan.

Setelah ketiga proses tersebut jangan lupa. Sertakan Allah dalam setiap gerak dan langkah. Yakin, bahwa Dialah penentu segala. Manusia merencanakan dan Allah yang menentukan

Saudaraku, sebagai kata-kata penutup Tiya hanya ingin mengingatkan kita akan suatu hadits nabi. Rasulullah saw berkata, “Tiga hal yang tidak boleh diperlambat: shalat bila sudah waktunya, jenazah bila sudah didatangkan, dan gadis bila sudah menemukan calon suami yang sekufu.” (HR. At Tirmidzi).
Sekufu artinya sepadan, yaitu kesepadanan antara calon pasangan suami istri baik dalam status sosial, ekonomi, ilmu, akhlak maupun agamanya. Islam lebih menitikberatkan kesepadanan dalam aspek agama dan akhlak, sebagaimana firman Allah swt dalam surat An Nuur ayat 3 dan ayat 26

Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min“.

Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji(pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)….”

Rasulullah saw berkata, “Tiga hal yang tidak boleh diperlambat: shalat bila sudah waktunya, jenazah bila sudah didatangkan, dan gadis bila sudah menemukan calon suami yang sekufu.” (HR. At Tirmidzi).
Sekufu artinya sepadan, yaitu kesepadanan antara calon pasangan suami istri baik dalam status sosial, ekonomi, ilmu, akhlak maupun agamanya. Islam lebih menitikberatkan kesepadanan dalam aspek agama dan akhlak, sebagaimana firman Allah swt dalam surat An Nuur ayat 3 dan ayat 26

Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min”

Artinya: “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji(pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)….”

Saudaraku, kalau demikian, jika datang lelaki sholeh untuk melamarmu dan tidak ada udzur syar’i yang menghalanginya jangan ditunda – tunda lagi.

Wallohu a’lam bishowab

Nb:dari berbagai sumber

 

7 Responses to “Bagaimana jika Akhwat membatalkkan Khitbah??”

  1. nazhimah Says:

    Assalamu’alaikum…
    ukh nompang copy articlenya..
    skrn jzk…
    Wassalam…

  2. maria Says:

    awalnya saye pun berfikir,setiap wanita kan bahagia bila ada ikhwan yg hendak melamarnya.

    ehmm,,,,tp yg terjadi pada saya ternyata hal ini membawa perasaan yg membingungkan.

    pada mulanya ikhwan ‘A’ ini sedang ada proses hendak melamar kakak saya, namun ketika itu ada ikhwan ‘B’ lain yg lebih dahulu menyatakan lamaran kekeluarga kami.sampai akhirnya kaka saya menerima pinangan dari ikhwan ‘B’.

    kemudian yg terjadi selanjutnya, ikhwan ‘A’ ini malah berbalik hendak melamar saya.. (dilema), padahal kami ni belum sempat berjumpa langsung.

    rasanya ingin menolak…
    tp tak kuasa dengan alasan menolak yg hendak disampaikan terhadap ikhwan ‘A’ tersebut

    sebenarnya diri ini pun belum siap untuk melangkah kesana…karne berumahtangga bukanlah hal yg sepele..maka sebelumnya saya hendak perlu ilmunya pula

    • afwan mungkin balesnya telat ya… ukhty, ketika seorang wanita sudah berada pada pinangan seseorang, maka dilarang seorang laki-laki untuk melamar. dan bagaimana menjawabnya? maka cukup bertanyalah pada hati dan istikhorohlah terlebih dahulu,,

      Ingatlah bahwa, apa yang kita rasa baik belum tentu baik menurut Allah, begiu pula sebaliknya,, wallahu a’lam bishowab

  3. wanse Says:

    jazakillah atas artikelnya ya…..
    izin share ya…

  4. terima kasih ustad… saya telah membaca ulasannya,baru saya mengerti tentang khitbah,,,
    saya juga mengalami proses yang sama, tetapi si perempuan , akhwat telah setujui, dan bahkan dia yang meminta di khitbah , tetapi pada suatu perjalanan khitbah ini tiba-tiba ia mengingkarinya… apa yang sebaik n seharus nya saya lakukan ustad?….

    • Allah memang memberikan hak bagi laki2 untu meminang, dan Allah tentunya juga memberikan hak bagi wanita untuk menolak hitbah, hanya saja, jika penolakan itu terjadi, maka tanyalah dulu alasan wanita yang menolak tersebut, jika memang ada alasan yang syara, seperti yang saya sampaikan dalam artikel saya, maka yakinlah Allah akan memberikan sosok yang terbaik bagi antum,


Tinggalkan Balasan ke catatanseorangukhty Batalkan balasan